Indonesia, sebagai negara dengan berbagai potensi sumber daya energi terbarukan, ternyata menghadapi kendala serius dalam memenuhi target bauran energi baru terbarukan yang telah ditetapkan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan alasan utama di balik tidak tercapainya target tersebut adalah ketiadaan transmisi yang memadai untuk menyalurkan energi dari sumber terbarukan ke industri.
Target yang Masih Jauh dari Capaian
Saat ini, realisasi energi baru terbarukan di Indonesia baru mencapai 13-14 persen dari target 2025 sebesar 23 persen. Ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan yang signifikan antara harapan dan realitas dalam pengembangan energi terbarukan di negara ini. "Masih ada sekitar 8 ribu gigawatt defisit implementasi energi baru terbarukan," kata Bahlil dalam sebuah acara di Jakarta yang membahas tantangan dan peluang pertumbuhan ekonomi di era baru.
Bahlil menjelaskan bahwa salah satu alasan utama di balik tidak tercapainya target ini adalah geografis Indonesia yang sangat luas dan beragam. Sumber daya energi terbarukan tersebar di berbagai lokasi di seluruh negeri, namun tidak didukung oleh jaringan transmisi yang memadai untuk menghubungkannya dengan pusat-pusat industri yang membutuhkan energi tersebut.
Pentingnya Jaringan Transmisi
Dengan latar belakang geografis tersebut, pembangunan infrastruktur jaringan transmisi menjadi sangat penting. Pemerintah telah menetapkan rencana pembangunan jaringan transmisi dengan panjang hingga 8 ribu kilometer dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang diajukan oleh PT PLN (Persero). "Yang sedang kita usahakan sekarang adalah membangun transmisi untuk RUPTL ke depan dengan panjang kurang lebih 48 ribu kilometer circuit, atau sekitar 8 ribu kilometer jika diukur secara linier," jelas Bahlil.
Namun, pembangunan infrastruktur ini menuntut investasi yang tidak sedikit. Diperkirakan, Indonesia membutuhkan dana antara Rp 400 hingga Rp 480 triliun untuk merealisasikan jaringan transmisi tersebut. Hal ini menjadi tantangan tersendiri mengingat profitabilitas bisnis transmisi yang relatif rendah.
Kendala Investasi dalam Bisnis Transmisi
Bisnis transmisi memang dikenal dengan margin keuntungan yang tidak terlalu besar, hanya sekitar 3% hingga 4%. Kondisi ini menjadi batu sandungan bagi pemerintah dalam menarik minat investor untuk berinvestasi dalam bisnis jaringan transmisi di Indonesia. "Pertanyaannya, siapa investor yang mau masuk kalau tidak ada top up atau insentif tambahan? Ini tidak mudah bapak-ibu semua. Jadi jika kita berbicara tentang energi baru terbarukan, tantangan terbesar bukanlah pada pembangkit energi itu sendiri, melainkan pada pembangunan transmisinya," tambah Bahlil.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi yang tepat untuk menjadikan bisnis transmisi lebih menarik bagi investor, seperti memberikan insentif tambahan atau menjamin kepastian pengembalian investasi. Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa rencana pengembangan energi terbarukan sejalan dengan pembangunan infrastruktur pendukung, termasuk jaringan transmisi.
Langkah Menuju Masa Depan Energi Terbarukan
Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, Indonesia tetap berkomitmen untuk mencapai target energi terbarukannya. Pemerintah terus mendorong investasi di sektor ini dengan berbagai kebijakan dan insentif. Lebih lanjut, Bahlil menegaskan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta serta mendorong inovasi dalam teknologi energi terbarukan sebagai bagian dari solusi jangka panjang.
Dalam jangka panjang, kesuksesan pengembangan energi terbarukan di Indonesia tidak hanya akan mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor. Namun, untuk mencapai semua itu, pemerintah, industri, dan masyarakat harus bersinergi dalam menghadapi tantangan infrastruktur dan investasi yang ada.
Energi terbarukan, dengan segala tantangan dan peluangnya, tetap menjadi bagian penting dari strategi Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berdaulat secara energi. Keberlanjutan ini akan tercapai jika ada keselarasan dalam kebijakan, investasi, dan implementasi lapangan, yang semuanya memerlukan komitmen bersama dari berbagai pihak terlibat.