Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima sebanyak 561 pengaduan konsumen terkait fintech peer to peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya (Investree). Laporan tersebut tercatat hingga 31 Desember 2024, sejak pencabutan izin usaha fintech tersebut pada 23 Oktober 2024.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, memberikan rincian pengaduan kepada media. "Sejak 24 Oktober 2024 sampai 31 Desember 2024, terdapat 64 laporan yang disampaikan ke OJK mengenai PT Investree Radhika Jaya," ujarnya dalam lembar jawaban Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Jumat, 17 Januari 2025.
Penutupan operasi Investree memang menjadi perhatian publik, mengingat perusahaan ini telah lama beroperasi dalam industri fintech di Indonesia. Friderica mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan segera menghubungi pihak Investree terkait penyelesaian permasalahan melalui email [email protected] atau nomor telepon 087730081631, 087821500886, dan 021-22532535.
Dalam upaya likuidasi perusahaan, Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menilai kelayakan tiga calon anggota Tim Likuidasi Investree. "Kami telah menyampaikan pernyataan tidak keberatan atas pembentukan tim likuidasi tersebut," katanya.
Agusman menegaskan, sebelum melanjutkan proses ini, Investree harus menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk secara resmi membubarkan perusahaan dan membentuk tim likuidasi. "Proses penyelesaian kewajiban, termasuk terhadap karyawan Investree, dilakukan melalui tim likuidasi," jelas Agusman.
Proses likuidasi ini tentu memerlukan pelaksanaan yang transparan dan akuntabel untuk memastikan hak-hak konsumen dan karyawan terpenuhi. OJK akan terus mengawasi proses tersebut untuk meminimalkan dampak negatif bagi para pemangku kepentingan.
Di sisi lain, OJK juga menangani masalah hukum yang melibatkan mantan CEO Investree, Adrian Asharyanto alias Adrian Gunadi. Dalam lembar jawabannya, Agusman menyatakan, "OJK telah menetapkan Adrian sebagai tersangka dan telah memasukkannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)." OJK berkomitmen untuk bekerja sama erat dengan aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi menuntaskan kasus ini.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pelaku di sektor jasa keuangan untuk memprioritaskan transparansi dan kepatuhan terhadap peraturan. Harapan terbesar adalah agar kejadian serupa tidak terulang kembali dan iklim investasi di Indonesia tetap kondusif. OJK akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap industri fintech dan menerapkan kebijakan strategis untuk melindungi konsumen serta menjaga kepercayaan publik.
Dalam menghadapi kemelut ini, konsumen diharapkan tidak hanya menunggu penyelesaian secara hukum, tetapi juga proaktif dalam mencari informasi yang tepat mengenai hak mereka sebagai konsumen fintech.
Namun, di tengah segala persoalan, OJK juga mengingatkan agar masyarakat bijak dalam memilih layanan keuangan. Literasi keuangan yang baik menjadi kunci untuk menghindari potensi kerugian di masa depan. OJK terus mengedepankan edukasi sebagai bagian integral dari strategi perlindungan konsumen.
Pengawasan dan regulasi yang ketat adalah bagian dari komitmen OJK untuk mewujudkan sektor jasa keuangan yang sehat, adil, dan berkelanjutan. Kedepannya, semua mata tertuju pada bagaimana proses likuidasi Investree akan berjalan, dan apakah penyelesaian sengketa dapat tercapai dengan adil untuk semua pihak.